Jumat, 14 September 2012

Ketika 2 Perbedaan (Belum) 1 Hati

Kisah 2 (manusia) untuk bersatu atas perbedaan yang ada ternyata tidak akan berhenti dari satu manusia ke manusia lainnya, terkadang ada orang bisa mengalami kisah cinta dengan datar-datar saja dalam artian tak banyak masalah dan halangan semua lancar tapi terkadang pula harus mengalami
hal-hal pahit yang terkadang diluar perkiraan awalnya mulus tapi ketika denting bel pernikahan akan berbunyi permasalahan itu baru muncul dan meletup untuk terus membesar bagai buah simalakama.
Saya jadi teringat dulu perbedaan yang saya alami bisa dibilang komplek karena keyakinan, Suku dan adat istiadat tapi Alhamdulillah itu semua kini telah melebur jadi satu dalam sastu ikatan.
Tapi kisah yang saya alami dengan istri ternyata dialami juga oleh sahabat istri saya dan semua itu dijurangi oleh perbedaan Suku dan adat istiadat. Sahabat istri saya yang mengalami hal tersebut 2 orang sekaligus yang pertama kita sebuat aja Muthia yang berasal dari Suku Batak dan mempunyai kekasih orang Chines kalimantan dan satunya bernama Widia yang merupakan keturunan Chines Serang dan cowoknya keturunan Batak.
Bisa dibilang kisah cinta yang dialami mereka hampir sama yaitu kedua orang tua mereka (salahs atu pihak) tidak menerima calon mantunya berasal dari suku mereka bahkan masih melihat Bobot, Bebet dan Bibit. Tapi tetap kita tak bisa menyalahkan orang tua 100% karena buat orang tua selalu ingin yang terbaik buat anaknya.
Saya tahu mengalami benturan ketika kata “pernikahan” sudah terucap sangatlah berat dan menjadi sebuah beban, ketika jalan yang kita akan lalui berharap mulus tiba-tiba berubah menjadi begitu banyak halangan dan kerikil tajam, dengan sedikit salah melangkah mungkin kata “penyesalan” akan menjadi bagian sisa hidup kita.
Saya sendiri 2 bulan sebelum menikah pernah menemukan persimpangan lain yang terlihat mulus dan tak akan ada rintangan, tapi saya tetap ga mau egois karena saya berpikir Ridho orang tua adalah hal utama dalam mengarungi bahterai rumah tangga dan ternyata Ibu saya lebih menyukai jalan yang terlihat terjal dan penuh rintangan dan keputusan sayapun memilih istri saya sekarang.
Kisah cinta Muthia dan cowoknya yang keturunan Chines Kalimantan bisa dibilang awet walau mereka jarang bertemu karena terpisah jarak dan waktu tapi keyakinan untuk saling menjaga kesetiaan sangatlah kuat, tapi ketika keinginan mereka untuk segera mengikrarkan kata “sakral” dalam janji pernikahan kini terbentur oleh kata “tidak setuju” dari orang tua Muthia, mungkin karena faktor berbeda suku/adat istiadat lah yang membuat orang tua Muthia tidak setuju dan alasan lain (menurut saya) ada pandangan lainnya terhadap bakal calon mantu yang berbeda suku.
Hal sama pun dialami oleh Widia yang keturunan Chines Serang dengan bakal calon suaminya orang Medan pula, tapi disini yang menentang adalah bakal calon mertua dari pihak lakinya, dan faktor Bebet Bibit Bobotlah yang membuat orang tua dari pihak pria yang tidak suka dengan bakal calon mantunya tersebut karena Widia dari kalangan orang biasa.
Perjalanan kisah cinta yang diawali oleh sebuah perbedaan tentunya tidak akan berhenti ketika kita bisa menikah, mungkin ketika pernikahan kita sukses yaitu kehidupan yang rukun, mempunyai anak dan tentunya kemapanan ekonomi bisa jadi mereka orang tua yang tadinya menentang akan berubah menjadi baik dan bahkan sangat baik dari perkiraan kita sebelumnya tapi jika ternyata pernikahan itu malah sering terisi dengan akta berantem, tidak punya anak bahkan kondisi ekonomi yang memprihatinkan pastinya akan menjadi bulan-bulanan dari mereka yang dari awal tidak setuju atas pernikahan kita tadi.
Tapi buat saya yang pernah mengalamin hal tersebut, kekompakan suami istri sangatlah penting dan selalu menerima satu sama lain dalam kondisi apapun akan bisa menjadi modal untuk terus bisa menapaki kehidupan rumah tangga dihari-hari berikutnya, saya sendiri pernah berapa kali memualai suatu kehidupan dari awal menikah dan sesudahnya selalu dimulai dari kata 0 (nol) untuk segi ekonomi bahkan terakhir ini bisa dibilang minus (-) tapi semua itu saya lakukan karena saya dan istri melakukan semua itu untuk proyeksi jangka panjang, sulit memang karena teori dan praktek akan selalu ada perbedaan tapi selama kita mampu menjaga dan membuktikan “Tidak Ada Kesalahan” ketika memilih pasangan, yakinlah semuanya akan sesuai dengan harapan kita.

0 komentar:

Posting Komentar